Liputan6.com, Amsterdam - Ekskavasi di Trinil tahun 1891 menemukan eksistensi manusia purba yang pernah menghuni Jawa. Awalnya, ia diberi nama Pithecanthropus erectus yang dalam Bahasa Yunani artinya manusia-kera yang dapat berdiri. Namun belakangan, sebutannya berganti menjadi Homo erectus paleojavanicus: Manusia Jawa.
Baru-baru ini, sebuah studi baru menguak bahwa mereka tak hanya mengonsumsi kerang air tawar. Tapi juga menggunakannya sebagai alat atau perkakas.
Hal itu diketahui dari guratan pada sebuah cangkang kerang yang usianya ditaksir antara 540 ribu hingga 430 ribu tahun silam. Seni purba itu bisa jadi adalah ukiran geometris pertama yang dibuat oleh nenek moyang manusia.
Meski belum jelas apa makna ukiran tersebut, yang berpola garis miring dan huduf 'M', namun para ilmuwan menduga, Homo erectus -- nenek moyang manusia modern yang badannya jauh lebih besar dari kita, mungkin lebih cerdas dari apa yang dikira sebelumnya.
"Sebagai manusia, kita cenderung spesies sentris. Kita merasa hebat dan menganggap apa yang diluar kita pastilah lebih bodoh. Dan kini, kupikir aku tak yakin dengan anggapan itu," kata pemimpin studi Josephine Joordens, peneliti arkeologi posdoktoral dari Leiden University, Belanda seperti Liputan6.com kutip dari situs sains, LiveScience, Jumat (5/12/2014). "Mungkin kita harus lebih menghargai kapasitas dan kemampuan nenek moyang kita."
Awalnya, para peneliti mempelajari 166 cangkang kerang yang diekskavasi di Jawa pada tahun 1890-an yang kini disimpan di museum Naturalis di Negeri Belanda.
Baru-baru ini, sebuah studi baru menguak bahwa mereka tak hanya mengonsumsi kerang air tawar. Tapi juga menggunakannya sebagai alat atau perkakas.
Hal itu diketahui dari guratan pada sebuah cangkang kerang yang usianya ditaksir antara 540 ribu hingga 430 ribu tahun silam. Seni purba itu bisa jadi adalah ukiran geometris pertama yang dibuat oleh nenek moyang manusia.
Meski belum jelas apa makna ukiran tersebut, yang berpola garis miring dan huduf 'M', namun para ilmuwan menduga, Homo erectus -- nenek moyang manusia modern yang badannya jauh lebih besar dari kita, mungkin lebih cerdas dari apa yang dikira sebelumnya.
"Sebagai manusia, kita cenderung spesies sentris. Kita merasa hebat dan menganggap apa yang diluar kita pastilah lebih bodoh. Dan kini, kupikir aku tak yakin dengan anggapan itu," kata pemimpin studi Josephine Joordens, peneliti arkeologi posdoktoral dari Leiden University, Belanda seperti Liputan6.com kutip dari situs sains, LiveScience, Jumat (5/12/2014). "Mungkin kita harus lebih menghargai kapasitas dan kemampuan nenek moyang kita."
Awalnya, para peneliti mempelajari 166 cangkang kerang yang diekskavasi di Jawa pada tahun 1890-an yang kini disimpan di museum Naturalis di Negeri Belanda.
Sebuah kerang menerbitkan rasa curiga, gara-gara pinggirannya yang lebih halus dan sama sekali tak kasar, yang mengarah pada dugaan objek itu pernah digunakan untuk memotong atau menggores. Sementara, cangkang kerang lainnya, yang dihiasi guratan diduga diukir menggunakan benda tajam. Misalnya gigi hiu.
Dulu, saat diukir, cangkang tersebut diyakini berwarna kehitaman, sementara ukirannya terlihat seperti garis-garis putih.
Dalam proses studi, tim yang dipimpin Joordens mencoba untuk mengukir cangkang kerang air tawar. Dan ternyata, itu bukan pekerjaan gampang!
"Kekuatan tangan mutlak diperlukan," kata Joordens. "Untuk membuat sudut itu dibutuhkan presisi."
Homo erectus sudah lama diketahui menggunakan alat-alat dari batu. Namun, dengan temuan terbaru itu, nenek moyang kita ternyata sudah menggunakan cangkang kerang sebagai perkakas.
Namun, khusus di Jawa, para peneliti menemukan alat dari batu justru kurang digunakan. Dan kini mereka tahu mengapa.
"Mengingat mereka sepertinya kurang menggunakan peralatan dari batu, menjadi sangat menarik untuk menemukan bukti kuat bahwa manusia purba itu membuat alat dari material lain," kata Pat Shipman, pensiunan dosen antropologi dari Pennsylvania State University yang tidak terlibat dalam studi.
Sejarah Temuan Manusia Purba di Jawa
Pada akhir Abad ke-18, seorang ilmuwan dari Belanda Eugène Dubois terkesima dengan ide evolusi yang dicetuskan Charles Darwin.
Dubois yang bersemangat untuk menemukan spesies transisi antara kera dan manusia, memutuskan untuk melanglang buana ke Hindia Belanda -- yang kini menjadi Indonesia.
Kegigihannya membuahkan hasil. Pada 1891, ia menemukan 'Manusia Jawa' spesies Homo erectus yang hidup antara 1,9 juta hingga 100 ribu tahun lalu. Ia mengekskavasi apapun yang ia bisa, termasuk cangkang-cangkang rapuh yang kini menjadi dasar sebuah studi yang mengungkap keunikan lain dari nenek moyang kita.
"Dubois dan apa yang ia temukan sangat penting dalam sejarah antropologi," kata Shipman. "Bisa menjadi objek studi yang bisa terus dipelajari hingga saat ini."
Sekitar sepertiga kerang memiliki lubang kecil yang diduga kuat bukan akibat ulah binatang seperti berang-berang, tikus, burung, monyet atau siput. Sekitar 80 persen lubang berada di lokasi yang sama -- dekat engsel dan berukuran antara 05 sampai 1 cm.
Itu menunjukkan, Homo erectus menyantap kerang dengan cara cerdas. Tanpa menghancurkannya, dan bisa menggunakan cangkangnya untuk membuat peralatan.
Kini para ilmuwan sedang menebak mengapa ukiran dalam cangkang tersebut dibuat, dan apa tujuannya. Itu pertanyaan sulit.
Apapun, "Penelitian ini mungkin akan memacu lebih banyak studi lain tentang makanan, peralatan, dan budaya Homo erectus di Indonesia," kata Frank Huffman, peneliti antropologi di University of Texas di Austin, yang tidak terlibat dalam penelitian.
Kegigihannya membuahkan hasil. Pada 1891, ia menemukan 'Manusia Jawa' spesies Homo erectus yang hidup antara 1,9 juta hingga 100 ribu tahun lalu. Ia mengekskavasi apapun yang ia bisa, termasuk cangkang-cangkang rapuh yang kini menjadi dasar sebuah studi yang mengungkap keunikan lain dari nenek moyang kita.
"Dubois dan apa yang ia temukan sangat penting dalam sejarah antropologi," kata Shipman. "Bisa menjadi objek studi yang bisa terus dipelajari hingga saat ini."
Sekitar sepertiga kerang memiliki lubang kecil yang diduga kuat bukan akibat ulah binatang seperti berang-berang, tikus, burung, monyet atau siput. Sekitar 80 persen lubang berada di lokasi yang sama -- dekat engsel dan berukuran antara 05 sampai 1 cm.
Itu menunjukkan, Homo erectus menyantap kerang dengan cara cerdas. Tanpa menghancurkannya, dan bisa menggunakan cangkangnya untuk membuat peralatan.
Kini para ilmuwan sedang menebak mengapa ukiran dalam cangkang tersebut dibuat, dan apa tujuannya. Itu pertanyaan sulit.
Apapun, "Penelitian ini mungkin akan memacu lebih banyak studi lain tentang makanan, peralatan, dan budaya Homo erectus di Indonesia," kata Frank Huffman, peneliti antropologi di University of Texas di Austin, yang tidak terlibat dalam penelitian.
Hasil studi terbaru, Huffman menambahkan, membuka informasi tentang Manusia Jawa yang sudah jadi misteri selama 120 tahun.
Penemuan terbaru soal kerang berhias ukiran dipublikasikan dalam jurnal ilmiah onlineNature pada Rabu 3 Desember 2014. (Ado)
Penemuan terbaru soal kerang berhias ukiran dipublikasikan dalam jurnal ilmiah onlineNature pada Rabu 3 Desember 2014. (Ado)
0 komentar: